Di antara hal yang dianjurkan saat puasa adalah menyegerakan waktu buka puasa. Ini yang dikatakan sebagai sunnah puasa. Bahkan berbuka mesti ada karena Islam melarang melakukan puasa terus menerus tanpa ada waktu berbuka atau yang dikenal dengan istilah melakukan puasa wishol.
Hadits no. 658 dari kitab Bulughul Maram, Ibnu Hajar membawakan hadits:
وَعَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
وَلِلتِّرْمِذِيِّ مِنْ حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ : أَحَبُّ عِبَادِي إلَيَّ أَعْجَلُهُمْ فِطْرًا
Dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Manusia senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan waktu berbuka.” (Muttafaqun ‘alaih).
Dalam riwayat Tirmidzi disebutkan dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, Allah Ta’ala berfirman, “Hamba yang paling dicintai di sisi-Ku adalah yang menyegerakan waktu berbuka puasa.”
Takhrij Hadits:
Hadits kedua sanadnya dho’if. Karena jumhur (mayoritas) ulama pakar hadits mendho’ifkan Qurroh bin ‘Abdurrahman, guru dari Al Auza’i. Imam Ahmad mengatakan bahwa dia adalah munkarul hadits jiddan. Ibnu Ma’in mengatakan bahwa dia dho’if haditsnya. Abu Zur’ah mengatakan bahwa yang meriwayatkan hadits ini adalah perowi munkar. Hal ini disebutkan oleh Ibnu Hibban dalam Ats Tsiqoot, 7: 342. Dinukil dari Minhatul ‘Allam, 5: 27.
Beberapa faedah dari hadits di atas:
1- Hadits ini menunjukkan perintah untuk buka puasa.
2- Disunnahkan menyegerakan berbuka puasa ketika telah tiba waktunya yaitu saat matahari tenggelam. Demikianlah yang jadi petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya.
Disebutkan oleh Imam Bukhari,
وَأَفْطَرَ أَبُو سَعِيدٍ الْخُدْرِىُّ حِينَ غَابَ قُرْصُ الشَّمْسِ
“Abu Sa’id Al Khudri berbuka puasa ketika bulatan matahari telah hilang.” (Fathul Bari, 4: 196).
Disebutkan dalam Al Fath,
كَانَ أَصْحَاب مُحَمَّد صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَسْرَعَ النَّاسِ ، إِفْطَارًا وَأَبْطَأَهُمْ سُحُورًا
“Sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah yang paling cepat dalam berbuka puasa dan paling lambat dalam makan sahur.” (Fathul Bari, 4: 199, dikeluarkan oleh ‘Abdur Rozaq dengan sanad shahih kata Ibnu Hajar).
3- Syaikh ‘Abdullah Al Fauzan hafizhohullah berkata, “Hendaklah setiap muslim bersemangat mengamalkan sunnah ini, yaitu menyegerakan waktu berbuka. Ini bisa melakukannya dengan cara menyibukkan diri di sore hari dengan membaca Al Qur’an, berdzikir dan berdo’a. Janganlah pada saat itu ia keluar dari rumahnya kecuali dalam hal penting saja sehingga ia tidak luput dari banyak kebaikan. Jangan sampai ketika muadzin menyuarakan adzan sedangkan ia berada di jalan menuju rumahnya lalu luput darinhya waktu berdo’a saat berbuka dan luput pula sunnah menyegerakan berbuka, wallahul musta’an.” (Minhatul ‘Allam, 5: 28).
4- Waktu berbuka puasa adalah dengan tenggelamnya matahari, inilah kesepakatan para ulama. Kata Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, seseorang tidak boleh berbuka puasa ketika:
a- Mengetahui bahwa matahari belum tenggelam.
b- Sangkaan kuatnya bahwa matahari belum tenggelam.
c- Masih dalam keadaan bimbang, maka asalnya belum berbuka karena masih termasuk siang. (Fathu Dzil Jalali wal Ikrom, 7: 110).
5- Pahala orang yang menyegerakan waktu berbuka adalah datangnya kebaikan karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Manusia senantiasa berada dalam kebaikan.”
6- Hadits yang kita kaji juga menunjukkan amalan itu bertingkat-tingkat. Berbuka puasa sendiri bisa mendapat ganjaran. Namun lebih utama lagi bila disegerakan.
7- Mengakhirkan buka puasa akan mendapatkan kejelekan.
8- Allah mencintai orang yang menyegerakan berbuka. Hal ini menunjukkan pula bahwa Allah memiliki sifat cinta.
9- Berbuka puasa bisa dilakukan dengan melihat tenggelamnya matahari, atau berita terpercaya dari orang yang melihatnya, atau dengan mendengar adzan yang tepat waktu. Maka ketika itu boleh menyegerakan waktu berbuka puasa.
Referensi:
Fathu Dzil Jalali wal Ikrom bi Syarh Bulughil Marom, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, terbitan Madarul Wathon, 7: 110-115.
Minhatul ‘Allam fii Syarh Bulughil Marom, Syaikh ‘Abdullah bin Sholih Al Fauzan, terbitan Dar Ibnul Jauzi, cetakan ketiga, tahun 1432 H, 5: 27-28.
Tashilul Ilmam bi Fiqhi Al Hadits min Bulughil Marom, -Guru kami- Syaikh Sholih bin Fauzan bin ‘Abdillah Al Fauzan, terbitan Darul Imam Ahmad, cetakan pertama, tahun 1430 H, 3: 203.
—
@ Pesantren Darush Sholihin, Warak, Girisekar, Panggang, Gunungkidul, Kamis pagi, 11 Sya’ban 1434 H
Silakan follow status kami via Twitter @RumayshoCom, FB Muhammad Abduh Tuasikal dan FB Fans Page Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat